Peringati Asyura, HMI Tanjung Jabung Barat Gelar Diskusi dan Bagi Bubur Asyura
![]() |
Kader HMI Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi, Poto bersama Syarif Abdurrahman Alumnus Tebu Ireng.(poto:syarif/portalkita.net) |
PORTALKITA.NET, KUALATUNGKAL - Korps Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Wati Cabang Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi, melaksanakan kegiatan masak dan berbagi bareng bubur Asyura. Selain itu, ada juga kajian day of ashura dengan tema: Merajut Kebersamaan, Mempererat Ukhuwah dan Menebar Kebaikan.
Menurut Ketua Umum Kohati Cabang Tanjung Jabung Barat Raudatul Jannah, kegiatan tersebut memilih tema kajian merajut kebersamaan, mempererat ukhuwah dan menebar kebaikan karena Indonesia beberapa tahun terakhir banyak peristiwa yang berpotensi memecah belah persatuan anak bangsa.
"Tahun baru IsIam momentum untuk kembali meneguhkan persatuan. Indonesia adalah rumah bersama, cita-cita luhur para pendiri bangsa tidak boleh hancur hanya karena kepentingan kelompok atau politik kekuasaan sesaat," jelasnya, Ahad (6/7/2025).
Raudah berharap melalui kegiatan diskusi kecil dan berbagi seperti ini mampu menumbuhkan kembali nilai-nilai keislaman dan keindonesian yang menjadi ruh perjuangan setiap gerakan Kohati dan HMI, kegiatan ini memang sederhana tapi semoga berdampak untuk sesama.
Ia menambahkan, kader-kader HMI dan Kohati perlu memahami secara utuh bahwa HMI adalah miniatur Indonesia yang menerima bermacam-macam kelompok Islam dari berbagai layar belakang organisasi masyarakat Islam.
"Nafasnya HMI yaitu keislaman dan keindonesiaan dalam satu tarikan nafas. Makanya kita adakan kajian untuk merefleksikan kembali tujuan HMI, agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur yang diridhoi Allah Swt," imbuh Raudah.
Dikatakan, salah satu dasar persatuan yaitu menurunkan ego dan menumbuhkan sikap berbagi. Oleh karenanya, adalam mementum tahun baru Islam, HMI dan Kohati Tanjung Jabung Barat membagikan bubur kepada masyarakat.
Kegiatan ini dimulai dengan masak bubur asyura bersama, dilanjutkan dengan kajian dan doa, lalu diakhiri dengan berbagi bubur kepada masyarakat sekitar.
"Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai keislaman dengan tradisi yang ada yakni melalui berbagi bubur ashura di 10 muharram," katanya.
Kajian untuk Menumbuhkan Ukhuwwah
Syarif Abdurrahman, selaku pemateri pada kegiatan tersebut mengatakan bahwa ukhuwah islamiah harus tumbuh di dalam diri tiap kader HMI, karena HMI ini terbiasa dengan perbedaan-perbedaan latar belakang.
Oleh karenanya, tidak layak HMI berlarut pada konflik-konflik internal sehingga sulit menumbuhkan kerja sama. Nurcholish Madjid atau Cak Nur, salah satu tokoh sentral HMI menggagas persatuan Islam bukan dalam bentuk formal-politis, melainkan persatuan substansial yang berdasar pada nilai-nilai universal Islam dan keterbukaan terhadap pluralitas.
"Cak Nur menyerukan persatuan umat Islam (ukhuwah Islamiyah), tapi lebih luas lagi ia juga mengusung ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan), yakni solidaritas lintas agama dan bangsa," beber tokoh asal Bungo ini.
Syarif menjelaskan, untuk membangun Indonesia harus diawali dengan persatuan. Karena umat Islam paling banyak, maka punya tanggung jawab moral terbesar. Kemajuan dan kemunduran Indonesia sedikit banyak akan dipengaruhi oleh umat Islam.
Untuk memulai persatuan Islam, umat harus terbuka terhadap perbedaan pendapat dan berpikir kritis. Cak Nur menentang doktrinasi tunggal dan mendorong dialog antar mazhab, bahkan antar agama.
"Dalam kerangka persatuan Islam di Indonesia, Cak Nur mengusulkan konsep masyarakat madani, yaitu masyarakat yang demokratis, toleran, adil, dan sejahtera. Islam harus menjadi inspirasi moral, bukan alat politik kekuasaan," ungkap Syarif.
Alumnus Pesantren Tebuireng ini menegaskan, dalam buku Nurcholish Madjid yang ia baca, Cak Nur ingin agar umat Islam kembali pada esensi tauhid, yaitu melepaskan diri dari berhala-berhala ideologis, sektarianisme, dan fanatisme kelompok. Menurut Cak Nur, tauhid adalah dasar persatuan karena mengajarkan kesetaraan manusia di hadapan Tuhan.
Islam harus tampak dalam akhlak dan kontribusi sosial, bukan hanya simbol-simbol seperti baju, partai, atau jargon. Yang penting bukan "label", tapi perilaku islami yang mencerminkan rahmatan lil alamin.
"Lewat persatuan maka akan terbentuk masyarakat madani, masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban, hak asasi manusia, toleransi, dan tanggung jawab sosial. Islam harus menjadi kekuatan moral, bukan kekuatan koersif," tandasnya.
Penulis: Hamidah
Editor: Apriliandi