Proyek Terkesan Asal Jadi, Gedung Mal Pelayanan Publik Bungo Kini Jadi Sorotan Publik
![]() |
| Plafon gedung Mal Pelayanan Publik Kabupaten Bungo tampak jebol.(poto:jupri/portalkita.net) |
PORTALKITA.NET, BUNGO – Mal Pelayanan Publik (MPP) Kabupaten Bungo, yang diharapkan menjadi pusat layanan modern dan terintegrasi bagi masyarakat, justru kini menuai sorotan tajam. Baru seumur jagung diresmikan, kondisi bangunan hasil rehabilitasi dengan total anggaran Rp 3,9 miliar itu sudah amburadul. Atap dan plafon jebol, hampir seluruh ruangan rusak, hingga fasilitas umum seperti toilet tidak berfungsi dengan baik.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar di mana kualitas pekerjaan dan pengawasan proyek selama ini? Bagaimana mungkin gedung yang menelan anggaran miliaran rupiah dari APBD bisa hancur hanya dalam hitungan bulan?
Ironisnya, kerusakan yang sudah terjadi sejak awal 2025 itu hingga kini belum ada tanda-tanda perbaikan. Pemerintah daerah terkesan saling lempar tanggung jawab. Dinas DPMPTSP sebagai pengelola gedung, maupun Dinas PUPR sebagai pihak teknis, sama-sama berdalih keterbatasan anggaran.
“Setau saya, dari awal tahun 2025 ruangan ini sudah begini. Tapi sampai sekarang tidak ada tanda-tanda diperbaiki,” keluh salah seorang pegawai MPP yang enggan disebutkan namanya.
Kepala Bidang Cipta Karya PUPR Bungo, Yeni Deriyanti, bahkan mengakui bahwa sejak awal proyek rehabilitasi ini penuh masalah. Ia menyebut pekerjaan dilakukan dua tahap, tahun 2023 sebesar Rp 2,1 miliar oleh CV. Paye More Rawang untuk atap, plafon, dan cat. Lalu tahun 2024 kembali digelontorkan Rp 1,8 miliar untuk interior dan toilet. Namun, menurut Yeni, semua dikerjakan tidak sesuai perencanaan ideal yang sebenarnya membutuhkan Rp 7 miliar.
“Kami sudah menghitung kebutuhan riil, sekitar Rp 7 miliar. Tapi yang disetujui jauh di bawah itu. Meski begitu, tetap dipaksakan untuk dikerjakan secara menyeluruh,” ungkapnya blak-blakan.
Pernyataan ini jelas membuka tabir baru, proyek miliaran rupiah yang seharusnya menjawab kebutuhan publik, ternyata sejak awal diduga dipaksakan meski anggaran minim, sehingga berujung asal jadi. Kini, masyarakat kembali yang jadi korban—gedung megah tapi rapuh, fasilitas rusak, dan pelayanan publik terganggu.
Publik pun wajar mempertanyakan, siapa yang harus bertanggung jawab? Mengapa proyek sebesar ini tidak diawasi secara serius? Dan apakah kondisi ini akan kembali menjadi pola pemborosan APBD tanpa ada evaluasi maupun sanksi tegas?
MPP Bungo yang seharusnya menjadi simbol wajah baru pelayanan, kini justru jadi potret buruknya tata kelola proyek daerah. Sebuah ironi yang seakan mengulang cerita lama: uang rakyat habis, kualitas nihil.
Sementara itu Ketua GPK Bungo, Muhammad Danil, sangat menyayangkan kejadian ini, karena anggaran ini merupakan uang rakyat dan harus dipertanggungjawabkan.
"Sungguh miris, kita berharap kepada Dinas terkait untuk bertanggung jawab dalam hal ini, jangan ada permainan dibalik proyek ini," pungkasnya.***
Penulis: Juprial
Editor: Pristianita
